Pendidikan untuk Peradaban

Entahlah, tiba-tiba saja melihat banyak artikel dan facebook dari Geugeut Zaludio Anafi di https://www.facebook.com/geugeut.dio?fref=ts dan Winda Yulia di https://www.facebook.com/winda.yulia.31?fref=ts. Geugeut kabarnya adalah lulusan terbaik FPOK UPI pada angkatannya dan begitu pula dengan Winda Yulia juga lulusan Pendidikan Matematika terbaik pada angkatannya. Ada banyak hal mengharukan dan membangkitkan semangat kita sebagai manusia. Ya, mereka wafat karena terseret meluapnya sungai di Aceh Timur, perahu mereka terbalik pada 26 November 2012.

Winda tidak mengikuti seremonial wisuda untuk mengikuti program Sarjana Mendidik di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (SM3T) seperti yang ditulis temannya di http://wijayantianisa.blogspot.com/2012/10/wisuda-antara-aku-kita-dan-dia_5.html?spref=fb

Setelah dinyatakan lulus pada ujian sidang pada tanggal 22 Juni 2012 dan Agustus 2012, melakukan revisi ini itu, melengkapi berbagai persyaratan, akhirnya tibalah waktu yang kami tunggu sebagai lulusan dari Jurusan Pendidikan Matematika UPI. Ada sepenggal cerita tentang wisuda aku, kita dan dia. Aku yang telah menunggu saat-saat wisuda sejak menginjakkan kampus empat tahun yang lalu kini telah mempersiapkan semuanya, saat wisuda tanggal 17 Oktober nanti kehamilanku tepat menginjak sembilan bulan, artinya di wisuda bersama utun dalam rahimku. Rasanya, hmmmmm,..sungguh tidak terpikir sebelumnya.
Orang tua dan suami menyambut gembira momen ini. Bahkan, suamiku sengaja datang dari Bengkulu untuk bisa menghadiri acara tersebut. Teman-teman sekelasku tak kalah heboh menyambut momen bahagia itu, sibuk mempersiapkan baju bahkan bagi para akhwat sudah memikirkan di salon mana mereka akan didandani. Orangtua dan kerabat sudah dipersiapkan untuk diajak dalam momen penting ini. Panitia tak kalah gencar menyiapkan semuanya agar acara besar ini bisa berjalan dengan sempurna.

Di sela hiruk pikuk persiapanku, teman-teman dan panitia. Ada dia disana yang memilih untuk tidak ikut wisuda. Dia adalah temanku yang meraih predikat terbaik satu angkatan kami. Dia yang sederhana dan sangat baik sebagai teman. Dia memilih untuk tidak datang karena sebuah alasan yang membuat hatiku terenyuh. Dia pergi ke Aceh Timur untuk program SM3T. Sebuah program yang mengharuskannya pergi ke daerah terdepan, terluar dan tertinggal. Bergabung bersama relawan yang lain demi memajukan pendidikan anak bangsa yang bertempat tinggal di lokasi terpencil. Dia adalah Winda Yulia, seorang teman, sahabat, dan keluarga yang menurutku memiliki hati yang begitu mulia, baginya hingar binger wisuda tak berarti apa-apa bila dibandingkan dengan pendidikan anak-anak di daerah tertinggal itu. Sebuah tamparan kuat bagiku yang bahkan belum merencanakan apa-apa untuk hari-hari seusai wisuda. Jika Winda bisa memiliki keberanian untuk memilih jalan kebaikan daripada egonya untuk bersenang-senang dalam kegiatan seremonial seperti acara wisuda, lalu apa yang bisa aku lakukan?. Terlalu berlebihan jika aku memilih untuk tidak ikut wisuda hanya karena tidak mau menghambur-hamburkan waktu, tenaga dan uang untuk hal yang sifatnya hanya seremonial. Tapi setidaknya, apa yang dilakukan Winda menyadarkanku untuk berbuat sesuatu yang berguna sebagai seorang sarjana.
Lalu ada surat dari Winda Yulia kepada temannya agar lebih bersemangat seperti yang di tulis di https://www.facebook.com/notes/isnaini-mahuda/surat-buat-isna-dari-winda-yulia/525771924099499

Saat itu,,aku sedang kehilangan stok semangatku..Seperti biasa,,kutulis status di akun fesbuk tentang kondisiku yg sedang sangat amat tak bersemangat itu,,dan aku berharap da orang lain yang akan menyumbang semangatnya yang berlebih kepadaku..Tiba-tiba,,salah seorang teman satu angkatanku,,mengepost sebuah koment di statusku itu.Lewat komentnya itu dia bermaksud untuk memberikan sebuah surat yang nantinya akan membuat semangatku bangkit.Kuberikan alamat emailku padanya dan ia pun mengirimkan sebuah surat yang ia beri judul “SURAT BUAT ISNA”.Ini adalah surat yang kuterima darinya..

 

 

 

Surat baru, kabar baru, hehe…

Semua yang terjadi di sini adalah cambukanku dalam berpikir. Semua kesempatan telah aku dapatkan dan telah aku jalani sampai hari ini. Di sini, di Desa Melidi, tak banyak kesempatan yang masyarakat dapatkan. Desa ini dikelilingi sungai nan lebar dan hutan bertebing batu yang tinggi. Mereka tak bebas keluar dari desa ini karena alasan tersebut. Jauh dari kata sejahtera, namun kekerabatan yang tinggi masih terjaga di sini. Kehidupan di sini jauh sekali dari hingar bingar, kemewahan, dan semangat perubahan. Namun, yang ku tau di sini sangat kental dengan kekeluargaan, gotong royong, dan saling membantu.

 

Kawan, ketika aku datang ke sini, hatiku ingin teriak keras namun tersekat malu. Oktober, setelah 3 bulan KBM berjalan, semua kelas hanya sampai pada BAB 1 untuk semua pelajaran, dan itupun hanya sebatas catatan saja. Mereka belum pernah mendapat penjelasan dari apa yang mereka tulis. Mereka hanya diminta mencatat materi dari buku, tepatnya menyalin dari buku. Tak heran, karena sebelum aku datang hanya ada 1 guru yang mengajar untuk 3 kelas (kelas VII, VIII, dan IX) untuk semua pelajaran. Hatiku menangis tak bisa tertahan, ketika aku coba menjelaskan apa yang mereka tulis, semenarik apa yang mereka tulis. Senyum, tawa, dan canda yang asing bagi mereka aku hadirkan dalam kelas. Sungguh pertama kali aku rasakan pengalaman ini sebagai seorang guru. Mereka begitu memperhatikan apa yang aku sampaikan, walau aku yakin apa yang aku sampaikan tidak semuanya mereka pahami.

 

Ada gerakan hati yang begitu besar setiap aku ingin bertemu mereka, tak penting nilai berapa yang mereka dapat. Hanya semangat yang begitu besar, keinginan yang tinggi untuk belajar, dan semangat mengenal hal-hal baru yang nampak dalam setiap pertemuan dengan mereka di dalam kelas. Kawan, ku minta doamu, aku ingin betah di sini, dengan keadaan yang sangat sangat sangat minim, aku dapat bertahan dan memberikan yang terbaik untuk anak-anak yang merindukan ilmu.

Sekali lagi aku hanya bisa bertutur padamu, aku tak menuntutmu untuk membaca dan apapun itu. Aku hanya berharap hati ku kembali sedikit menyediakan ruang kosong untuk diisi dengan cerita yang baru.

 

Jumat, 26 oktober 2012.

 

 

Ya,,begitu isi suratnya,,Dia cuma bilang padaku,,”gak boleh nangis ya bacanya”…Dan ini balasan untuk suratnya tersebut:

 

 

 

semangat winda..

mereka sangat membutuhkanmu orang-orang sepertimu,,

kehadiranmu akan memberikan secercah harapan tuk masa depan mereka yang lebih baik..

kau beruntung bisa mendapatkan pengalaman berharga dalam hidupmu,,berjuang demi putra/i generasi penerus bangsa ini,,mendidik dengan hati,,mengabdi untuk tumpah darahmu,,indonesia..

aku bangga denganmu,,ketika kau punya sejuta kesempatan untuk bisa mengajar di sekolah2 yang “high quality” sekalipun namun kau lebih memilih mereka,,iya..mereka yg amat sangat membutuhkan didikanmu di daerah pinggiran sana itu..aku salut padamu..

Terimakasih sudah mentrasfer semangatmu yg besar itu kepadaku,,meskipun aku belum bisa mengabdi dan berbuat banyak untuk bangsa dan negaraku,,tapi mengenalmu sudah mampu membuka matahatiku tentang bagaimana menjalani hidup itu yang sebenarnya. 

Oiya,,jangan pernah berhenti untuk menularkan semangatmu yang membara itu untuk anak didikmu jga ya..Salam untuk mereka,,anak-anak didikmu yang hebat itu 🙂    

Aku berharap, aku masih bisa menerima surat-surat berikutnya darimu, Win..Tapi mungkin ini adalah surat pertama dan terakhir yang aku terima..Kau sungguh luar biasa,,kawan..semangatmu selalu berhasil kau tularkan untuk sekitarmu..Namun,,kau sudah nyaman di sana,,di dalam syurga-Nya..Bersama para syuhada2 lainnya..  

Selamat jalan Winda Yulia..Kau Pahlawan Pendidikan,,Pejuang Peradaban..
Selamat jalan Winda Yulia..Kau Pahlawan Pendidikan,,Pejuang Peradaban..
Winda ini kalau saya baca di facebook-nya juga pernah masuk 50 orang Olimpiade Matematika Nasional. Benar-benar semangatnya Itu. Semoga ada tempat indah di sisi Tuhan untuk mereka berdua. Aamiin.
Pendidikan untuk Peradaban…….

Mekanisme dan Gaji Menjadi Dosen PNS

Dulu saya blank saja waktu awal menjadi dosen. Jadi sekarang pengen berbagi dengan tulisan agar tidak blank seperti saya dulu. Setelah beberapa tahun menjadi dosen maka profesi dosen sebaiknya tidak dijadikan sandaran utama dalam kehidupan. Tapi lebih ke arah setengah sosial, dengan setengah sosial ini kita akan menjadi dosen yang benar-benar ingin membantu masa depan mahasiswa dimana juga membantu masa depan bangsa. Dari segi gaji, saya rasa tetap kurang untuk kehidupan seorang yang sudah mengambil S2, dan tentu saja ini relatif, bisa jadi jika ada manusia yang bisa hidup dengan banyak keikhlasan maka bisa jadi gaji dosen cukup :). Berikut adalah hal-hal yang harus dilalui untuk menjadi dosen PNS:
1. Mengetahui ada pembukaan lowongan dosen PNS di universitas yang dituju
2. Mengajukan berkas-berkas lamaran ke universitas yang dituju
3. Jika berkas-berkas lamaran lulus administrasi maka akan dipanggil untuk tes berikutnya
4. Tes awal biasanya adalah TPA (Tes Potensial Akademik) yang terdiri dari pengetahuan umum, kemudian TOEFL (Test of English as a Foreign Language), dan kemudian tes psikologi dimana ada beberapa pertanyaan psikologi untuk kita jawab agar karakter kita diketahui.

Setelah tahapan di atas, maka biasanya menunggu pengumuman untuk tes keahlian, tes wawancara dan kalau di tempat saya kadang ada tes mengajar.

1. Tes Keahlian, biasanya pelamar mengerjakan beberapa soal untuk mengetahui keahlian di bidang yang dilamar
2. Tes wawancara (biasanya ditanya-tanya oleh program studi yang dilamar, sering ditanya mengenai penelitian, visi misi, atau studi kasus yang harus dijawab secara lisan, dan bisa jadi pewawancara lebih dari satu)
3. Tes mengajar, pelamar diberi waktu untuk mengajar mata kuliah yang dikuasai

Setelah tes di atas maka tinggal menunggu pengumuman apakah diterima atau tidak. Jika diterima maka pelamar sebaiknya menanyakan beberapa kali kapan mulai kerja atau bagaimana peraturannya, dan sebagainya, sebaiknya tidak menunggu dipanggil agar pelamar tidak melewatkan hal-hal yang seharusnya tidak dilewatkan. Lalu mencoba mengenal rekan-rekan dosen lainnya. Setelah itu yang harus dilalui adalah menyerahkan berkas-berkas (pokoknya kalau di institusi pemerintah kerjaannya berkas-berkas saja…. ) untuk mendapatkan NIP (Nomor Induk Pegawai) dan NIDN (Nomor Induk Dosen Nasional) (saya ngurus NIDN setahun lebih, ternyata berkasnya hilang…..). Lalu menunggu pengumuman untuk diklat prajabatan. Jika mengurus sesuatu sebaiknya ditanyakan untuk memantau….. karena jika tidak ditanyakan ke pihak terkait biasanya suka laaaaaaaammmmmmmaaaaaaaaaaaaaaa atau bahkan hal buruknya, berkas yang sudah dikumpulkan dengan susah payah…. hilang……… ya gitu deh….. bahkan ada beberapa hal yang jika ada uang tips maka proses akan dikerjakan dengan cepat, kalau tidak ya laaaaaaaaaamaaaaaaaaaaaaa atau bahkan berkas hilang………

Diklat prajabatan biasanya dilakukan sekitar 3 minggu, dan biasanya setelah kita 1-2 tahun bekerja (saya waktu itu 2 tahun, itupun sudah sampai mengajukan petisi dan lain lain, karena di angkatan kami tidak ada anak pejabat mungkin :D, karena angkatan setelahnya kurang dari setahun sudah prajabatan… gaji sebelum pra jabatan hanya diterima 80% saja). PNS dikarantina di sebuah tempat. Kalau saya dulu di Pusbangtendik Depok. Jadi harus ninggalin keluarga (alasannya membuktikan bahwa memang niat mengabdi….I’m disagree… agak kurang make sense juga mengabdi kok dibuktikan dengan diklat dan dikarantina). Ada beberapa kejadian di ajang prajabatan ini, ada perselingkuhan, ada flirting, tapi ada juga yang jadi nemu jodoh. Di dalam prajabatan tiap harinya menerima materi bagaimana menjadi PNS yang baik….. disertai beberapa simulasi, presentasi, bahkan bermain….. banyak yang bilang “kalau di depan mahasiswa kan tidak bisa bermain”…. hem I’m disagree, act as human being in front of students…. mau main ya main aja, disitu kita mengajarkan bahwa dosen juga manusia… dan perlakukan mahasiswa seperti manusia juga… dan tentu saja dengan aturan yang adil :).

Tugas sebagai dosen itu tidak hanya mengajar. Tugasnya adalah tri darma pendidikan, yaitu pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.

1. Pengajaran, biasanya berupa mengajar mata kuliah ke mahasiswa, membimbing skripsi, membuat rencana perkuliahan, menilai ujian mahasiswa, membimbing kerja praktek, menulis buku ajar, membuat modul praktikum, dan lain sebagainya,
2. Penelitian, bisa membuat paper di jurnal, lalu menulis buku hasil penelitian, atau melakukan penelitian (minimal setingkat dengan skripsi mahasiswa), mengirim artikel ke seminar.
3. Pengabdian kepada Masyarakat, ini bisa melakukan pelatihan, lalu pengajaran ke desa-desa, atau membantu penduduk, menjadi panitia kegiatan lomba untuk pendidikan, dan lain sebagainya

Untuk lebih lengkapnya perhitungannya bisa dilihat di PERHITUNGANANGKAKREDIT ketiga komponen tri darma tersebut harus selalu ada per semester, untuk penelitian dapat dilakukan setahun sekali.

Sebagai dosen sebaiknya memiliki karakter yang kuat (karakter adalah mampu membedakan yang benar dan salah walau mendapat tekanan dari luar maupun godaan dari dalam, tanpa karakter maka kita hanya akan ikut-ikutan tanpa mampu membedakan yang benar dan salah), sehingga tidak ikut terbawa arus. Karena standar di institusi pemerintah… ketika kepepet maka akan menjadikan institusi pemerintah menjadi “perahan”, maka sebaiknya memang setengah sosial.
Mitos yang tidak benar di menjadi dosen:
1. Dosen bisa masuk sesukanya, menurut aturan dosen itu PNS, jadi jam kerjanya ya jam kerja PNS sebenarnya, tapi kalau secara logika saya, lulusan minimal S2 apalagi untuk dosen yang pendidikannya berkualitas dengan gaji seperti itu, disuruh full time…. (jam kerja PNS jam 07.30-16.00 dan seminggu harus minimal 37.5 jam di kantor) itu agak perbudakan (istilah halusnya pengabdian) ….. maka saya termasuk penganut yang melanggar aturan PNS yang ini…. karena saya bukan budak. Waktu di wawancara juga saya mengatakan bahwa saya tidak bisa full time, dan masih diterima… berarti ijab qobul sah :).

Update (29 September 2015)

Ternyata dosen bukanlah pekerja kantoran, maka ada aturan guru dan dosen di atas aturan PNS. Dalam telaah islam pun seorang guru bukanlah pekerja kantoran, dan memang mesti ikhlas. Beberapa imam besar yang ada di Islam adalah sebagai pengajar seperti  Imam Al Ghazali, Abdul Qadir Jaelani, Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’i, Imam Hambali. Beliau-beliau juga seorang pengajar dengan waktu-waktu mengajar yang telah ditentukan dan tidak terikat jam kantoran, karena seorang guru harus senantiasa memperbarui ilmunya. Berikut artikel tambahan mengenai jam kerja dosen.

sumber: http://www.pikiran-rakyat.com/pendidikan/2015/08/24/339608/bukan-pegawai-kantoran-dosen-tidak-boleh-dikekang-absensi

Bukan Pegawai Kantoran, Dosen tidak Boleh Dikekang Absensi

PENDIDIKAN

Bukan Pegawai Kantoran, Dosen tidak Boleh Dikekang Absensi

ERIYANTI/PRLM
MANTAN Dirjen Dikti Satrio Soemantri Brojonegoro (kiri) dan Rektor UPI Bandung Furqon‎ saat menyampaikan materi pada Munas ke-1 dan Seminar Nasional Forum Dosen Indonesia di Gedung Sunan Ambu ISBI Bandung, Jalan Buah Batu, Senin (24/8/2015). Acara ini diikuti seluruh dosen anggota FDI.*
 

BANDUNG, (PRLM).- Dosen harus independen, merdeka, dan tidak boleh dikekang. Dosen juga harus dan mampu membuat keputusan-keputusan. Dosen itu bukan pegawai tapi pelaku pendidikan yang mampu menghasilkan berbagai macam inovasi. Jika kampus tidak dapat menjadi tempat bagi dosen untuk melaksanakan itu semua, maka itu bukan kampus namanya. Tetapi kantor atau perusahaan.

Mantan Dirjen Dikti Satrio Soemantri Brojonegoro menyampaikan itu pada Munas ke-I dan Seminar Forum Dosen Indonesia (FDI), di Gedung Sundan Ambu Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung, Jalan Buah Batu, Senin (24/8/2015). Acara yang dibuka oleh Rektor ISBI Bandung Een Herdiani ini dihadiri pula oleh Rektor UPI Bandung, Furqon dan seluruh anggota FDI.

Dikatakan Satrio, kampus merupakan lembaga yang unik yang di dalamnya terdapat berbagai potensi, mulai dari potensi akademik, potensi profit, potensi nonprofit, dan lain-lain. Dosen sebagai profesi penggerak kampus tidak hanya mengajar tetapi juga meneliti, membimbing ke lapangan, memberikan pengabdian kepada masyarakat, dan berkiprah untuk kemajuan pendidikan. Oleh karena itu, di kampus tidak perlu ada absen.

“Kalau dosen hanya mengejar agar absen komplet setiap hari kerja, itu bukan dosen tapi karyawan. Padahal kampus bukan perusahaan, kantor, ataupun sekolah,” tegasnya.

Sebagai lembaga yang unik, lanjut Satrio, kampus tidak boleh kaku. Kampus tidak boleh diatur. Kalaupun ada aturan, aturan dan SOP kampus tidak boleh seragam. Ketika kampus banyak diatur bahkan aturannya diseragamkan, maka hal itu sangat mengingkari undang-undang keberadaan kampus itu sendiri sebagai lembaga yang paling “ruwet” dengan banyak aturan dan memiliki potensi yang berbeda.

“Jadi, ibarat buah-buahan, ada durian, nenas, dan apel. Tidak mungkin kita membandingkan buah-buahan tersebut karena memang satu sama lain berbeda. Yang harus kita lakukan adalah bagaimana menghasilkan durian, nenas, atau apel yang paling baik,” imbuhnya. (Eriyanti Nurmala Dewi/A-88)***

 

 

2. Dosen libur saat mahasiswa libur. Aturan ini saya ketahui dari diklat prajabatan. Tapi di tempat saya dosen tidak libur saat mahasiswa libur, soal ini bisa ditanyakan ke universitas bagaimana peraturannya. Ini sumbernya:

Surat Edaran Kepala BAKN Nomor 01/SE/1977 tentang Permintaan dan Pemberian Cuti PNS.

Ini kalimatnya: PNS yang menjadi Guru pada Sekolah dan Dosen pada Perguruan Tinggi yang mendapat liburan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, tidak berhak atas cuti tahunan.

PENJELASAN ATAS PP RI NO 74 TAHUN 2008, disini juga ada http://dikmenkuningan.web.id/files/BebanGuru.pdf

Pasal 52 ayat (2)

Istilah tatap muka berlaku untuk pelaksanaan beban kerja guru yang terkait dengan pelaksanaan pembelajaran. Beban kerja guru untuk melaksanakan pembelajaran paling sedikit 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan paling banyak 40 (empat puluh) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu tersebut merupakan bagian jam kerja dari jam kerja sebagai pegawai yang secara keseluruhan paling sedikit 37,5 (tiga puluh tujuh koma lima) jam kerja dalam 1 (satu) minggu.

 

(Update 26 Juli 2015)

Berikut tulisan seorang rekan dosen dari Grup Dosen Indonesia yang menuliskan aturan libur untuk guru dan dosen :).

Sumber http://maftuhin.blogspot.co.uk/2015/07/guru-dan-dosen-tidak-cuti-bersama-tidak.html

Guru dan Dosen Tidak Cuti Bersama, Tidak Ngantor Hari ini

Hari ini semua PNS yang ikut cuti bersama (garis bawahi ya, yang ikut cuti bersama), wajib masuk kantor. Tentu saja kalau Anda sedang cuti hamil atau cuti tahunan, maka Anda boleh saja masuk sesuai jadwal cuti Anda. Kalau cuti hamil Anda masih satu bulan lagi, ya nggak perlu masuk, nggak perlu takut disebut indisipliner. It’s that simple.

Demikian juga Anda, PNS yang tidak ikut cuti bersama karena peraturan tidak memberi hak Anda. Menurut SKB tiga menteri, ada dua golongan PNS yang tidak dapat cuti bersama: guru dan dosen. Ya, jangan kaget, peraturannya berbunyi begitu:

Karena Guru dan Dosen dikecualikan dari cuti bersama dalam SKB tiga menteri tahun 2012, maka Anda juga tidak wajib masuk bersama mereka yang cuti bersama.
Terus? Ya, tergantung. Menurut SKB tesebut, guru dan dosen tidak ikut cuti bersama karena guru dan dosen sudah mendapat liburan mereka seperti diatur oleh Pasal 8 PP 24/1976.
Pasal dimaksud, sayangnya tidak membantu menjelaskan hak cuti/libur guru dan dosen, karena dirujukkan ke peraturan yang berlaku.

Peraturan itu terbit tahun 1976, peraturan tentang guru dan dosen yang berlaku pasti lahir sebelum 1976. Setelah mencari kesana kemari, ketemulah aturan lama itu. Ini lo ternyata peraturannya, PP No. 15/1953. Wuih. Tua bener 🙂

Jadi, menurut Pasal 17 itu, guru dan dosen (maha guru) tidak mendapat cuti karena sudah mendapat liburan menurut liburan yang berlaku untuk sekolah-sekolah.

Guru dan dosen itu memang PNS, tetapi tidak lantas semua PNS diatur sama seperti PNS lain. Masing-masing sudah punya fungsi dan tugasnya, juga liburannya. Selamat memperpanjang liburan ya guru dan dosen, sampai sekolah dan universitas masuk lagi.

3. Dosen bisa sesukanya ke mahasiswa. Nah ini tidak benar juga, jika kita sebagai guru (ustad) maka kita harus memberi contoh baik kepada mahasiswa agar jadinya amal jariyah, bukan dosa jariyah. Dosen juga harus objektif… jadi mahasiswa yang lulus mata kuliah minimal harus cukup paham tentang konsep dan materi mata kuliah (nilai C), jika tidak maka tidak lulus. Karena ada beberapa mata kuliah yang paham dan tidak paham juga bisa lulus dan banyak berkembang nilai “kasihan”, bagi saya ini kurang mendidik mahasiswa untuk punya harga diri. Namun juga perlu dipertimbangkan mengenai kebijaksanaan dalam nilai sebagai sisi kemanusiaan. Ini biasanya dengan memahami kondisi mahasiswa, misalnya jika mahasiswa telah bersungguh-sungguh, sopan, rajin masuk dan mengerjakan tugas, namun memang kemampuannya ya segitu… maka perlu ada apresiasi dari kesungguhan ini dan bisa dimasukkan di dalam nilai.
4. Dosen kalau lagi stres dikasih kuis aja mahasiswanya, dan kuisnya tidak perlu dikoreksi, hati hati dengan ini, maka kita akan terbiasa untuk tidak menghadapi kenyataan dan melimpahkannya ke orang lain (dan itu kita ajarkan ke mahasiswa kita), maka itu penting sekali image bahwa dosen juga manusia…. punya rasa punya hati…. :), jadi kalau lagi stres dan harus “tampil” ya bilang ke mahasiswa “today I’m not in my good condition, so please tell me if I’m doing wrong”, dengan begitu kita akan mengajak mahasiswa bahwa keterlaksanaan kelas adalah tanggung jawab bersama, bukan hanya dosen.

Soal pendapatan, dosen memiliki jabatan fungsional dan struktural. Jabatan Fungsional seperti asisten ahli, lektor, lektor kepala, dan guru besar (jadi profesor itu bukan gelar pendidikan tapi jabatan fungsional, maka sebenarnya tidak benar juga di nama ditulis Prof. A….. karena itu bukan gelar pendidikan). Sedangkan jabatan struktural itu seperti ketua program studi, ketua jurusan, dekan, pembantu dekan, rektor, pembantu rektor, ketua unit, dll. Nah kalau saya golongan 3B (biasanya untuk lulusan S2) itu pendapatan sebagai berikut:

1. Gaji pokok sekitar Rp. 1.7-2 juta gak tahu pastinya
2. Tunjangan anak dan suami sekitar Rp. 400 ribuan

Yang jelas total jendral gaji setiap bulan sekitar Rp. 2.5 juta.

Gaji Dosen Saya
Gaji Dosen Saya

Nah biasanya PNS memperoleh beberapa insetif seperti uang makan (Rp. 27.000 per datang), kinerja, mengoreksi berkas ujian, dan lain lain sesuai kebijakan institusi. Ya sebulan sekitar Rp. 500-700 ribuan lah. Lalu ada tunjangan jabatan fungsional jika ada itu kalau asisten ahli sekitar Rp. 300 ribuan (saya belum asisten ahli, sudah ngurus setahun lebih belum turun juga SK-nya), dan menaik jika jabatan fungsionalnya lebih tinggi. Untuk jabatan struktural bisa 2 juta ke atas dalam sebulan tunjangannya. Lalu ada sertifikasi dosen (minimal asisten ahli dan menunggu antrian untuk diajukan), ini bagi yang sudah tersertifikasi, itu sebesar 1x gaji pokok setiap bulan, dihentikan jika dosen sedang tugas belajar (sekolah di luar kota), atau mendapat beasiswa BPPS. Dosen yang sudah tersertifikasi memiliki beban dosen yang harus diberikan setiap semester,  jika bebannya tidak sesuai maka uang setifikasi akan ditunda diberikan sampai beban kerja terpenuhi.

Ada juga pendanaan penelitian jika penelitiannya didanai dan lolos seleksi.  Nah di penelitian ini, biasanya dosen dengan jabatan fungsional rendah hanya bisa mengajukan penelitian dengan skim seperti penelitian dosen muda, kalau di tempat saya total jendral 15 juta dalam setahun, atau menjadi anggota dalam penelitian dosen dengan jabatan fungsional lebih tinggi untuk penelitian dengan dana lebih tinggi. Sering ada ketidak-fair-an bagi saya disini karena sering proposal dan penelitian sering dilakukan dosen junior, tapi penelitian atas nama dosen senior. Seharusnya dosen senior menjadi pembimbing, tapi implementasinya sering sebenarnya semua dilakukan dosen junior. Padahal untuk menjadi dosen senior harus banyak melakukan penelitian. Ya itulah sebagian besar implementasi penelitian di dunia pendidikan, seperti misalnya sebenarnya penelitian mahasiswa banyak diakui dosennya sebagai penelitiannya sehingga minta ditulis sebagai nama pertama di jurnalnya.

Wah kalau gaji segitu mah gak banyak…. untuk saya, itu masih kurang menopang hidup, apalagi saya dari S1 Informatika ITB yang notabene jauh bisa lebih besar dari itu, jadi menjadi dosen adalah sebuah pilihan bagi saya, bukan karena kebutuhan susah cari pekerjaan lain :D. Maka dari itulah saya niatkan setengah sosial. Sebagai contoh kebutuhan:
1. Cicilan rumah di bandung untuk rumah ukuran kecil sudah sekitar Rp. 2.5-3 juta sebulan itu biasanya sudah dalam waktu cicilan 10 tahun.
2. Karena orang tuanya berpendidikan tinggi maka tidak mungkin punya target rendah untuk masa depan anaknya, pasti ingin yang terbaik dan lebih dari orang tuanya.
3. Karena sudah disekolahkan tinggi sampai S1, maka pasti ada keinginan membantu orang tua dan saudara, menyenangkan orang tua.
4. Karena merasa bertanggung jawab dengan negara pasti ada keinginan membantu banyak orang, misal mahasiswa mau lomba dan tidak ada dukungan institusi, mengembangkan mahasiswa, membantu mahasiswa yang kekurangan……
5. Dosen yang tidak memiliki pengalaman berkarir di industri kurang bisa memberikan wawasan ke mahasiswa bagaimana dunia industri.

Ya semua tergantung yang menjalani :). Namun kalau menurut saya dosen kan orang berpendidikan, pasti punya standar lebih untuk keluarganya, maka bagi saya wajar dosen punya pekerjaan lain, apalagi jika untuk seorang ayah, kepala rumah tangga, yang penting kewajiban menjadi dosennya tetap dijalankan dan tidak asal-asalan. Nah sekilas pengalaman saya sebagai dosen, semoga bisa bermanfaat :).

NB:

Ada pernyataan rekan dosen yang sekarang sekolah S3 di perancis:

Gaji PNS saya sbg dosen, lulusan S2, lektor IIId, ternyata lebih rendah daripada gaji PNS di Prancis utk jabatan “pengangkut sampah” dan “sopir”… Bahkan lebih rendah daripada gaji penjaga aparteman saya…

Dan berikut sebuah berita akan kebutuhan manusia tentang penghargaan 🙂 dan standar kehidupan:

http://www.antaranews.com/news/249275/ribuan-dosen-indonesia-mengajar-di-malaysia