- Tidak ada permintaan maaf dari Toko Rabbani.
- Pihak Toko Rabbani terkesan saling melempar tanggung jawab. Pihak security bilang masalah parkir seharusnya jadi tanggung jawab pihak tukang parkir toko. Pihak tukang parkir belum datang saat pencurian tersebut terjadi. Kalo saya sebagai konsumen sebenarnya tidak perduli siapa yang harus bertanggung jawab di sana, entah security / tukang parkir. Yang penting Toko Rabbani bersedia bertanggung jawab! (Tanggung Jawab tidak berarti hanya materi saja bukan, tapi bisa jadi bantuan pengurusan, tanpa harus dipaksa-paksa membantu bahkan hanya untuk menjadi saksi di kantor polisi, kami dilempar-lempar bahkan hanya untuk menjadi saksi, siapa yang sebenarnya harus menjadi saksi)
- Pihak Toko Rabbani tidak mau memberikan jaminan secara resmi tentang bentuk pertanggungjawaban yang mereka berikan. Sebenarnya perwakilan Toko Rabbani sudah mengatakan bahwa mereka bersedia bertanggung jawab tetapi menunggu proses asuransi motor yang kami urus (kebetulan motornya masih belum lunas :D). Saya meminta mereka membuat pernyataan resmi, hitam di atas putih, dengan materai, yang berisi apa tanggung jawab yang akan mereka berikan sebagai ganti rugi yang kami derita sebagai bentuk pertanggungjawaban mereka (karena udah kesel hari sebelumnya dilempar-lempar). Tetapi mereka selalu berkelit. Yang kami sesalkan itu, itu tempat mereka, dan tempat parkir resmi mereka dan letaknya pun di dalam pagar tembok kawasan toko Rabbani.
- Tidak ada CCTV di bagian selatan gedung. Toko Rabbani sebenarnya sudah memasang CCTV yaitu di dalam gedung dan di sebelah utara gedung.Sepertinya Toko Rabbani memang tidak menargetkan konsumen yang datang dengan kendaaran motor, jadi mereka abaikan saja keamanan motor tersebut. Parkir sebelah selatan hanya cukup untuk motor. Toh pendapatan Toko Rabbani kan lebih gede dari orang-orang yang mengendarai mobil.
- Ketika toko buka seharusnya tukang parkir sudah ada. Jadi kejadian saling melempar tanggung jawab antara security toko, tukang parkir, atau pihak lainnya tidak akan terjadi. Jika tukang parkir belum datang seharusnya diberitahukan ke konsumen sehingga konsumen akan mencari tempat parkir yang lebih aman (mungkin dekat security atau tempat lain). Tidak ada pemberitahuan, ini yang kami sesalkan. Kalau kami tahu tidak ada tukang parkirnya, kami bisa memilih parkir di tempat lain.
Bulan: April 2010
Apa yang Harus Dilakukan Jika Merasa Sendiri Menyelesaikan Banyak Hal?
Apa ya yang harus dilakukan jika kita merasa sendiri dalam melakukan banyak hal? Merasa sendiri di keramaian, merasa sendiri walau ada orang di sekitar.
UPI Wisuda VS Gasibu Minggu
Cikal Bakal Kultur Plagiat dan Korupsi yang Sudah Biasa di Indonesia
Jaman dulu dah sering lagu India tiba-tiba jadi lagu dangdut di Indonesia cuman diubah lirik. Lalu alasan pemakai nadanya terinspirasi dari sebuah lagu India (Gak langsung diakui kalo njiplak). Anda tentu tahu kan beda menjiplak dan “terinspirasi”.
Saya pernah mereset nilai mahasiswa saya (dianggap tidak ada nilai sama sekali di 2 kelas) karena sebagian besar dari mereka menyontek.
Saya pernah menge-nol-kan nilai beberapa mahasiswa saya karena ketahuan menyontek.
Mungkin terkesan saya kejam atau dijuluki “wanita berhati lurus”, tapi di hukum agama saya saja jika orang yang sudah baligh mencuri, maka harusnya dipotong tangannya, apakah Tuhan kejam jika begitu?
Dari semua peristiwa itu sepertinya memang “menyontek” sudah kultur.
Belum lagi plagiat di Universitas Parahiyangan Bandung oleh Seorang Profesor, atau plagiat Disertasi S3 yang ada di ITB baru-baru ini (baca disini). Parahnya mereka sudah melakukan lebih dari sekali. Lalu sering alasan yang dipakai orang Indonesia, “Saya Khilaf”. Saya pernah mendengarkan sebuah perkataan dari seorang dosen, kurang lebih seperti ini, “Manusia melakukan kesalahan pertama itu wajar dan manusiawi, lalu melakukan kesalahan kedua yang sama, itu juga masih manusiawi, tapi jika melakukan yang ketiga kalinya kesalahan yang sama itu sama dengan keledai“. Memalukan, apa karena sudah tidak punya malu?
Kenapa saya membahas menyonteknya. Karena menyontek biasanya dilakukan karena seseorang malas berusaha keras sehingga demi mendapatkan nilai bagus dia menyontek. Nah itu bisa berkembang menjadi karena ingin mendapatkan uang banyak dan malas berusaha keras maka dia korupsi (cikal bakal Gayus gayus yang lain). Intinya pada moral “malas” dan “menghalalkan segala cara”.
Hal ini sudah seperti lingkaran “setan” saja, karena misal awalnya moral dibentuk dari kecil seperti sekolah Dasar (SD), tapi semua orang juga tahu secara mayoritas siapa yang akan menjadi guru SD (saya saja tidak bersedia sebagai PNS guru SD :D, bagi saya jadi guru SD susah). Sering agar sekolah mendapat penilaian bagus saat UN malah yang pintar disuruh gurunya menyonteki yang tidak bisa. Memang benar-benar sudah susah secara sistem untuk dibenahi. Atau ketika para guru itu diharuskan sekolah lagi ke S1 malah pas ujian saling menyontek, atau skripsinya benar-benar nyontek, yang penting lulus. Lha terus……kalau gurunya begitu, bagaimana siswanya?
“Dikaryakan”…..Mekanisme Awal Dosen CPNS
Ternyata aturan CPNS itu aneh, beberapa institusi ternyata “mengkaryakan” orang-orang yang masuk CPNS dengan bekerja tanpa “dihargai”. Seperti kata Mario Teguh, “jika ada orang mengatakan menghargai pekerjaan Anda tanpa membayar, itu berarti Anda tidak dihargai”, kata Mario Teguh lagi, “menghargai” berasal dari kata “harga” yang berarti pembayaran, dimana alat pembayaran adalah uang.
Pada CPNS, gaji akan mulai diberikan jika SK CPNS turun, sebelum itu, jika institusi menghendaki orang-orang yang ketrima CPNS ini bekerja maka konsekuensinya sering tidak ada pembayaran. Lalu banyak yang menyebut dengan istilah “pengabdian” dimana sering diartikan bahwa pengabdian adalah mau disuruh menghadiri kegiatan macem-macem dan bekerja tanpa ada “penghargaan”. Kadang sering digambarkan bahwa selama status masih CPNS harus terlihat baik, agar nantinya goal jadi PNS beneran. Nah lalu begitu jadi PNS, statusnya hampir tidak tergoyahkan karena justru dipecat dari PNS itu hampir tidak ada.
Logikanya adalah apakah dengan pengabdian orang bisa hidup? Apakah orang bisa makan dengan pengabdian? Tidak tanggung-tanggung, “pengabdian” ini ternyata bisa sampai berbulan-bulan (bisa nyampe 6 bulan ke atas). Mungkin institusi merasa orang-orang CPNS lah yang butuh mereka, jadi bisa diapa-apakan walau kurang manusiawi. Well, memang benar-benar bangsa yang sulit menghargai orang lain kecuali dirinya sendiri. Makanya gak maju-maju he he he he.